ERA POLITIK DIGITAL, PARPOL HARUS SAMBUT MILENIAL

Oleh : Akhmad Arief Wibowo, SH*

halopantura.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah, dan penyelenggara pemilu telah sepakat pemungutan suara pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta anggota DPD RI dilaksanakan pada hari Rabu, tepatnya tanggal 14 Februari 2024.

Kesepakatan tersebut diambil dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat terkait Penetapan Jadwal Pemilu Serentak 2024, digelar di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (24/01/2022).

Tanggal pemungutan suara pemilu tersebut sangat istimewa karena bertepatan dengan Hari Kasih Sayang, hari yang banyak ditunggu oleh kalangan muda-mudi. Meskipun pemilu tidak ada hubungannya dengan hari kasih sayang, namun kita bisa mengambil satu kata kunci dari hari tersebut, yaitu generasi milenial.

Hal tersebut selaras dengan narasi yang disampaikan anggota KPU RI, August Mellaz dalam acara yang diselenggarakan KPU, mengungkapkan bahwa pada pemilu 2024 mendatang, komposisi pemilih akan didominasi olek kelompok usia muda yang diperkirakan mencapai 60 persen dari total pemilih yang sah. Hal ini didasarkan pada data DP4 (Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) dari pemerintah proporsi pemilih 2024 pada 14 Februari nanti mencapai usia 17-39 tahun itu 55 sampai 60 persen.

Hal ini menandakan bahwa Pemilu 2024 mendatang merupakan era baru dalam sejarah kepemiluan di Indonesia, karena generasi baru mulai mengambil alih pengambilan keputusan politik terakbar dalam kehidupan demokrasi bangsa Indonesia.

Satu hal yang membedakan generasi Milenial dan generasi Z dengan generasi sebelumnya, yaitu Generasi Milenial dan Generasi Z tumbuh dan berkembang di era digital. Generasi baru ini mempunyai pola tersendiri dalam menyerap informasi dan bersosialisasi. Sebagai generasi yang akrab dengan media digital dan media sosial, mereka mampu menyerap informasi hingga memproduksi dan mengelola penyebaran informasi melalui media digital dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Merekalah yang nantinya akan menjadi pelaku utama sebuah era baru yang disebut sebagai era politik digital.

Oleh karena itu, generasi belia ini membutuhkan pintu masuk untuk turut berperan aktif dalam perpolitikan di negara ini. Akan tetapi apakah partai politik (Parpol) akan membukakan pintu selebar-lebarnya? Ataukah hanya akan menjadikan para pemuda ini obyek eksploitasi suara pada kontestasi politik yang digelar lima tahunan?
Sesuai dengan amanat pasal 10 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, fungsi partai politik, selain sebagai sarana partisipasi politik juga berfungsi sebagai tempat pendidikan politik. selanjutnya, partai politik merupakan agensi rekruitmen kepemimpinan politik nasional.

Namun pada prakteknya, partai politik kurang bisa menjalankan fungsinya menjalankan pendidikan politik secara ideal. Partai politik terkesan hanya sebagai mesin pendulang suara yang hanya bisa dirasakan kehadirannya saat menjelang pemilu.

Oleh karena itu, sistem perekrutan dan pengkaderan oleh partai politik perlu diperbaiki sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai tempat pendidikan politik bisa diakses oleh siapa saja dan kapan saja tanpa menunggu momentum pemilu.

Selain itu, sumber rekrutmen yang dilakukan politik cenderung masih bersifat oligarkis. Rekrutmen didominasi oleh orang-orang kuat partai, keluarga, dinasti dan hal-hal yang bersifat primordial sehingga politik identitas kental dan berpotensi memecah belah bangsa.

Rekruitmen dan pengkaderan politik yang masih bersifat tradisional di atas berkebalikan dengan karakter milenial dan generasi belia yang modern dan cenderung sudah mempunyai wawasan yang cukup terhadap praktek-praktek politik di era keterbukaan informasi ini.

Mereka cenderung mempunyai sikap yang lebih universal daripada mengikuti arus politik identitas yang memuakkan.
Oleh karena itu, hendaknya partai politik harus peka terhadap perubahan zaman, modernisasi rekruitmen dan pengkaderan harus menjadi keniscayaan. Partai politik harus segera menyesuaikan diri dengan pola pikir generasi baru yang akan menggantikan pemimpin bangsa, dan menyiapkan pola rekruitmen dan pengkaderan yang sesuai dengan zaman.

Sebagai solusi, partai politik harus melakukan rekruitmen kader sesuai dengan minat dan bakat generasi milenial dan generasi Z. Melalui pendekatan minat bakat, lebih mudah bagi para pemuda untuk tertarik masuk ke dalam partai politik. Selain itu dalam melakukan rekruitmen partai politik harus terbuka dan tidak diskriminatif sehingga bisa menjamin adanya jenjang karir yang jelas bagi kader.

*Presidium MD KAHMI Tuban

Tinggalkan Balasan