KPK Tuntut Mantan Anggota DPR RI Bowo Pangarso Tujuh Tahun Penjara

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta memenjarakan mantan anggota VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso selama tujuh tahun. KPK juga meminta agar politikus dari Partai Golkar itu, membayar denda senilai Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan.

Selain itu, KPK menilai Bowo Pangarso, bersalah melakukan tindak pidana dengan menerima suap dan gratifikasi senilai kurang lebih Rp 11,5 miliar atas dugaan korupsi pengurusan kerja sama pengangkutan pupuk dan pengadaan bahan bakar minyak (BBM) 2017-2018.

“Meminta majelis hakim agar menyatakan terdakwa Bowo Sidik Pangarso terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” begitu kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK saat membacakan tuntutan kepada Bowo Pangarso, dalam pengadilan terbuka untuk umum, di PN Tipikor Jakarta, Rabu (6/11/2019).

JPU menebalkan sangkaan suap dalam Pasal 12 huruf b UU 20/2001 perubahan UU 31/1999 tentang Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, dan Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Dalam tuntutannya, JPU KPK meyakini Bowo Pangarso menerima suap senilai 163.733 dolar AS atau setara Rp 2,3 miliar, dan Rp 311 juta. Uang pertama berasal dari Manajer Komersial PT Humpus Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasty. Uang kedua, dari Direktur Utama (Dirut) PT HTK Taufik Agustono.

JPU KPK mengatakan, dua kali pemberian uang haram tersebut, sampai ke Bowo Pangarso itu lewat orang kepercayaannya, Indung Andriani. Tujuannya, agar Bowo Pangarso sebagai penyelenggara negara membantu PT HTK mendapatkan kesepakatan kerja sama kapal pengangkutan dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog).

Bowo Pangarso, kata JPU KPK juga menerima uang suap Rp 300 juta dari jasa penagihan utang pihak swasta kepada BUMN. Uang tersebut diberikan oleh Direktur Utama PT Ardila Insan Sejahtera (AIS) Lamidi Jimat agar Bowo Pangarso sebagai penyelenggara negara menagih utang jasa angkutan  BBM PT Djakarto Lloyd senilai Rp 2 miliar.

JPU KPK juga meyakinkan Majelis Hakim tentang dugaan gratifikasi senilai 700 ribu dolar Singapura, atau setara dengan Rp 7,2 miliar dan Rp 600 juta terkait dengan perannya sebagai anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar-DPR) RI 2014-2019.

JPU KPK mengatakan, uang gratifikasi itu terdiri dari lima kali transaksi. Senilai 250 dolar Singapura terkait dengan usulan Dana Alokasi Khusus (DAK)  Kabupaten Meranti 2016. Senilai 50 ribu dolar Singapura saat Bowo Pangarso mengikuti Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar di Denpasar, Bali 2016.

Senilai 200 ribu dolar Singapura, terkait peran Bowo Pangarso sebagai Wakil Ketua Komisi VI DPR RI yang diduga mengatur perdagangan gula rafinasi dalam pembahasan Peraturan Menteri (Permen) Perdagangan tentang Gula Rafinasi 2017. Pada tahun yang sama, kata JPU KPK, Bowo Pangarso juga menerima 200 dolar Singapura, terkait dengan proyek PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

JPU KPK juga mengatakan Bowo Pangarso menerima uang senilai RP 600 juta dalam dua gelombang pada Februari 2017 sebesar Rp 300 juta, dan pada 2018 senilai Rp 300 juta.

Pemberian uang dua kali ini, JPU KPK tuding sebagai pemberian gratifikasi terkait peran Bowo Pangarso sebagai Wakil Ketua Komisi VI DPR RI yang sedang membahas proyek pengembangan pasar untuk kebutuhan program perluasan pasar oleh Kementerian Perdagangan dalam masa anggaran 2017.

Tuduhan gratifikasi ini, JPU KPK menebalkan sangkaan Pasal 12 B ayat (1) UU 20/2001 perubahan UU 31/1999 Tipikor, juncto Pasal 65 KUH Pidana. (Bambang Noroyono/ Muhammad Hafil)

sumber: republika.co.id

Tinggalkan Balasan