halopantura.com Tuban – Kabupaten Tuban memang terkenal dengan potensi wisata religi. Baik maqom Sunan Bonang, Sunan Asmaraqandi, dan termasuk Maqom Sunan Bejagung yang setiap hari ramai di kunjungi para peziarah dari berbagai dearah, Sabtu, (10/6/2017).
Nama Sunan Bejagung sendiri adalah Sayyid Abdullah Asy’ari bin Sayyid Jamaluddin Kubro. Beliau adalah adik Sayyid Maulana Ibrahim Asmoroqondi atau ayah Sunan Ampel atau kakek dari Sunan Bonang.
Untuk menuju lokasi wisara religi tersebut sangat mudah di tempuh baik menggunakan roda dua atau empat yang hanya berjarak sekitar 2 kilo meter ke arah selatan dari kota, tepatnya berada di Desa Bejagung, Kecamatan Semanding. Dilokasi itu terdapat dua makam yakni Bejagung Lor (Utara, red) dan Kitul (Selatan, red) yang di pisahkan oleh jalan raya.
Diantara dua makam itu, makam Bejagung lor sering banyak di kunjugi para wisatawan. Karena di lokasi tersebut terdapat sebuah sumur giling yang memiliki kedalaman sekitar 27 meter.
Sumur itu konon terbentuk dari tancapan tongkat sunan bejagung yang kemudian mengelurkan airnya yang sampai saat ini tidak pernah kering. Bahkan, sampai saat ini Sumur itu menjadi daya magnet tersendiri bagi para pengunjung yang datang untuk mengambil airnya.
Karena airnya memiliki kelebihan tersendiri, dan dipercayai masyarakat atau para pengunjung bisa digunakan untuk pengambilan sumpah atau untuk arena sumpah pocong. Sumpah tersebut biasanya terkait tuduhan sesorang untuk mengetahui jawaban atas kebenaran. Sehingga, tidak jarang jika masyarakat ada sesuatu masalah atau tuduhan (fitnah, red) dari orang lain, maka biasanya menggunakan air tersebut untuk mencari jawaban.
“Air yang berasal dari sumur, sempat dijadikan orang untuk sebagai perantara pengambilan sumpah, dengan cara meminum air itu,” terang salah satu penjaga.
Tidak hanya itu, para peziarah yang datang kesitu bisa di pastikan membawa air untuk di bawa pulang, bahkan bisa antri jika pengunjung ramai. Hal tersebut di gunakan untuk berbagai keperluan, seperti pengobatan serta berbagai keperluan lainnya.
Untuk mendapatkan air itu, butuh sebuah perjuangan karena peralatan yang di paki masih bersifat tradisonal atau dengan cara menimba. Hanya di sediakan alat katrol yang terbuat dari kayu dengan tali untuk menarik ember yang berisi air ke atas. Butuh sekitar tiga sampai empat orang untuk menggerakkan katrol untuk mendapatkan air pada sumur giling itu.
Sementara itu, pada malam hari Jum’at Wage dan Jum’at Kliwon, bisa di pastikan ramai pengunjung di lokasi itu. Mereka datang dengan berbagai kepentingan tertentu, semisal agar bisa lepas dari kesialan, mendapat selamat, dan mendapatkan keberkahan rejeki, serta beberapa lainnya.
“Saya datang kesini rutin pada hari Jum;at wage mas, untuk berziarah agar di beri keselamatan,” terang Suminto, salah satu pengunjung dari Kabupaten Bojonegoro. (redaksi)