Terkendala Label, Sejak Tujuh Tahun Pertahankan Kualitas Tusuk Sate Bangkalan
halopantura.com Bangkalan – Kesabaran Sadik (41) salah warga Desa Patengteng, Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan nampaknya sedang diuji dalam mengais rejeki. Bagaimana tidak, usaha sebagai pengrajin tusuk sate yang ditekuni sejak 2010 silam masih sepi pesanan dari para pembeli asal Madura.
“Pesanan tusuk sate dari Madura masih belum banyak,” kata Bapak satu anak ketika ditemui dengan kesibukannya membuat usaha itu, Sabtu, (13/5/2017).
Kondisi seperti itu tidak membuat dia putus asa dalam mengembangkan usahanya. Karena bagi dia, terus berusaha dan pantang menyerah merupakan modal utama dalam mengembangkan usaha.
Semangatnya itu tertanam sejak merintis usahanya dengan menggunakan alat tradisional, seperti gergaji untuk memotong bambu dan pisau menghaluskan tusuk. Kegigihan dalam berusaha, membuat dia banyak langganan untuk dibuatkan tusuk sate dari luar Madura.
“Langganan saya rata – rata berasal dari luar Madura. Seperti jakarta, Riau dan beberapa daerah lainnya mas. Usaha itu yang penting tidak mudah putus asa,” ungkap Sadik sambil menunjukan tusuk sate hasil buatannya.
Sejak bertahun – tahun dia terus menjaga kualialitas tusuk sate yang di buatnya. Hingga akhirnya, pesanan terus mengalir dari pembeli dan saat ini telah memiliki mesih untuk membuat tusuk sate itu.
“Sekarang sudah punya mesin dan dulunya membuat dengan menggunakan alat tradisional,” terangnya.
Dengan bantuan alat itu, Sadik sekarang mampu menghasilan tusuk sate sebanyak 12 kilo gram dengan tiga batang bambu dalam sehari. Setiap satu kilo tusuk sate yang dibuat Sadik di jual dengan harga Rp 15 ribu.
“Sebulannya bisa membaut tusuk sata sebanyak 3 kuintal yang merupakan pesanan dari orang lain. Pesanan kita kirim dengan menggunakan jasa pengiriman,” terang Bapak yang hanya tamatan sekolah dasar.
Sadik sendiri sejauh ini masih mengaku mengalami kendala terkait pemberian label dari tusuk sate yang dibuatnya. Serta ia berharap ada pertahatian dari Pemerintah setempat dalam rangkan untuk pemberian lebel.
“Saya tidak tahu cara mengurus label. Sehingga saat ini belum ada label, dan informasinya membuat label itu mahal. Dan semoga ada solusi dari pemerintah agar usaha ini ada lebelnya,” jelas Sadik. (sk/roh)